Pengalaman pribadi

Transisi

Pemandangan kebun milik keluarga penulis (diambil tahun lalu)

Kembali lagi bersama gw Lukas! Bagaimana perasaan kalian abis sebulan masuk 2021? Khawatir? Sedih? Bingung? Atau senang? Pasti semuanya itu ada. Ya, memang covid makin menggila dengan penambahan kasus terakhir 14.000 positif, tapi gw ga bakal bahas Covid guys!

Yang gw bakal cerita di sini adalah sedikit lebih personal, yakni keluarga gw.

Garis besarnya; bapak dari penulis sebentar lagi pensiun dan update terakhir dari ibu penulis, tanggal 20 Februari sudah berkumpul bersama di rumah ini di Tarutung.

Hari ini gw sampaikan semua perasaan gw soal transisi menuju masa pensiun bapak ini ke ibu gw guys, apalagi mengenai yang namanya keuangan. Semua pasti pernah khawatir yang namanya soal uang, dan gw bukan pengecualian.

Untungnya dengan baik ibu gw yang cantik dan ramah (seperti juga dgn bapak gw yg baik dan gagah) bisa meyakinkan gw utk stop khawatir dan jalani saja masa transisi pensiun bapak nanti, apalagi dengan rencana-rencana usaha di kampung nanti akan lebih banyak aktivitas yang dikerjakan sekeluarga, meski di tengah pandemi seperti ini.

Yang masih punya orang tua lebih baik banyak2 bersyukur deh, selain juga bantu mereka apalagi kalau yg baca ini banyak waktunya di rumah entah WFH atau malah “menganggur” bukan karena malas tapi karena ya, faktor wabah ini.

Anyway, doakan penulis di masa transisi ini, dan tetap jalankan protokol kesehatan kalau keluar rumah ya!

Standard
Isu anak muda, Pengalaman pribadi, Refleksi/Pelajaran Hidup

What’s Next?

Pergantian tahun kali ini beda banget, karena suatu hal yang semua orang sudah pada tahu sejak awal tahun ini jadi gw ndak perlu lagi menyebutnya.

Penulis (dengan batik cokelat) bersama keluarga.

Tahun ini memang berat, itu benar.

Dan mungkin saja konsep “normal” bakalan tidak sama lagi dengan dekade sebelumnya, itu benar juga.

Tetapi buat orang-orang yang punya iman, selalu ada alasan bersyukur.

Penulis misalnya, meski harus kehilangan pekerjaan, sisi positifnya adalah lebih banyak waktu dengan keluarga jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Bukan berarti gw benci kota ya!

Alasan lainnya, lebih banyak aktivitas terutama berkebun adalah sesuatu yg menenangkan, dan memuaskan, konsep yang susah dideskripsikan pakai kata-kata.

Dengan pemikiran demikian, natal dan tahun baru pada tahun ini tetap ada rasa sukacitanya meskipun di tengah wabah, tanpa mengurangi rasa hormat dengan orang lain di luar sana yang perjuangannya mungkin saja lebih berat, karena setiap manusia itu jalan dan masalahnya beda-beda guys.

Overall, gw akan tetap melihat ke depan dan bersama keluarga gw, akan berusaha untuk mengambil setiap peluang yang ada. Bisa kembali ke kota itu oke, tapi kalau jalan gw memang di kampung, we’ll see.

Selamat Natal dan Tahun Baru buat semuanya, dan tetap ingat jaga jarak, pakai masker, jaga kebersihan!

Standard
Isu anak muda, Pengalaman pribadi, Refleksi/Pelajaran Hidup

New Normal dan Tetap Berpikir Positif

Baru-baru ini penulis kembali ikut persekutuan pemuda di gereja, meski masih secara online. Modelnya sharing-sharing dan doa dalam kelompok kecil, namanya saja persekutuan doa.

Topiknya berfokus ke berpikir positif, pas dengan situasi gw sekarang ini.

Sebenarnya banyak alasan untuk bisa berpikir positif dan juga bersyukur secara pribadi hidup gw:

Pertama, Masih dapat gaji meski nggak full, dengan fakta bahwa perusahaan F&B tempat gw bekerja hanya menjadwalkan gw bekerja 4 kali sebulan sebagai crew back up.

Kedua, masih sehat dan tidak tertular si covid.

Ketiga, lebih ada waktu memasak! Yeah!

Tapi, nih, tapi ya, koin itu ada dua sisi, dan artinya tetap akan ada pikiran-pikiran negatif dalam hidup gw, malah suatu perjuangan untuk menekan itu dan tetap terus berjalan ke depan. Di tempat kerja, di kos, terutama kalau gw pegang hp atau di depan laptop!

Gw nggak bakalan detail deskripsinya karena tidak semua orang bakal bisa mengerti apa yang ada di dalam pikiran gw, tetapi secara garis besar, penganganan wabah COVID 19 (atau di circle pergaulan online gw, CCP Virus, diindonesiakan sebagai Virus PKC atau Partai Komunis China), yang masih belum berakhir, apalagi jika dibandingkan dengan beberapa negara lain.

Alasan lain pikiran negatif itu sering muncul di hidup gw saat ini adalah tekanan untuk menemukan diri terutama skill yang bisa dipelajari, dan itu butuh waktu dan kadang-kadang jadi alasan untuk ragu pada diri sendiri.

Deskripsinya sebagai berikut “orang lain kayaknya mudah ya menemukan apa yang mau mereka pelajari, sedangkan gw perlu beberapa kali ditanya baru bisa ketemu, atau perlu arahan orang tua dulu.”

Nah, kembali ke persekutuan yang gw ikutin kemarin, misalnya ditanya, “lu dapat apa?

Ada satu penatua (di gereja Kristen, ini adalah pemimpin yang dituakan dan dewasa dalam iman) yang tugasnya mendampingi kelompok pemuda yang gw ikutin sampai saat ini, dia bilang begini ke gw, intinya. “Tuhan itu punya rencana, bahkan dalam sebuah sistem yang korup sekalipun Dia punya rencana yang tentunya baik.”

Jelas, doa-doa yang gw naikkan selama ini dan terutama dalam persekutuan bukan mantra yang langsung bisa menyelesaikan masalah. Mungkin saja dalam keadaan mood yang jelek, gw bakal bisa jatuh ke pikiran negatif lagi.

Tetapi hari itu, gw merasa lebih tenang setelah mengatakan itu semua kepada penatua tersebut dan teman-teman gw seiman, dan di dalam prosesnya membiarkan perasaan gw, air mata gw keluar tanpa mereka ketahui.

Sedikit sisipan, saat tulisan ini dibuat gw sedang berbincang dengan seorang psikolog yang mungkin saja bisa membantu gw dalam masalah pencarian skill ini serta juga perkembangan gw selama new normal ini.

Jadi bagaimana kesimpulannya?

Semua akan perlu waktu, tapi gw yakin sedikit demi sedikit dan dengan bantuan keluarga dan saudara di persekutuan gw akan lebih bisa untuk berpikir lebih positif dan menerima apapun situasinya, semua akan baik dan indah pada waktunya.

Selamat terus hidup di new normal! Masih bisa bangun dan makan adalah anugerah tersendiri yang kita seringkali taken for granted

Standard
Isu anak muda, Refleksi/Pelajaran Hidup

Body Shaming dan Fat Acceptance

Sebenarnya istilah body shaming sudah lama familiar di telinga gw tapi baru sekarang ini berhasil meluangkan waktu membuat tulisan dari istilah ini.

Malah, kita sebenarnya sering ketemu ini guys, dengan kata-kata seperti; lu gemukan atau kurusan, dan banyak lagi… 

“Body shaming itu sebenarnya apa sih? Dan kenapa ada tambahan Fat Acceptance di judulnya?”

Continue reading

Standard
Isu anak muda, Refleksi/Pelajaran Hidup

Bersyukur atau Mengeluh?

Bersyukur atau mengeluh?

Gw yakin di sini pasti sudah pada sadar bahwa standar manusia itu berbeda-beda dan apa yang seseorang bisa syukuri bisa jadi malah bagi orang lain alasan untuk mengeluh, mengasihani diri.

Kenapa gw tidak seperti A?”

Apalagi kalau itu soal uang atau gadget atau jabatan atau IP bagi anak kuliahan, pokoknya banyak!

Dasar banget ya? Common sense ya?

Continue reading

Standard
Isu anak muda, Refleksi/Pelajaran Hidup

Mandok Hata

Pertama-tama gw mau ucapkan Selamat Tahun Baru 2020 dan selamat masuk dekade baru. Ndak terasa kan?? (Sambil membayangkan segelas kopi, dan bukan mau promosi brand coffee shop..)

“MANDOK HATA” Ada yang tahu apa artinya?

Masih penasaran?

Okelah kalau begitu.. kalau masih belum paham juga gw kasih petunjuk: Asalnya dari bahasa daerah. Dan berhubungan sama tahun baru guys!

Continue reading

Standard
Isu anak muda, Refleksi/Pelajaran Hidup

Apapun Resolusinya, Lawan Hoax!

I am back!

Akhir November dan awal Desember inigw sibuk dengan hal2 keluarga jadi blog ini baru bisa update lagi sekarang! Yeay!

Nggak kerasa ya 2020 sudah dekat. Pasti sudah banyak anak2 muda mulai mikirin resolusi; pekerjaan; keluarga; relasi; rencana aktivitas yang mau diambil; rencana liburan.. pokoknya macam2!

Eits.. tunggu dulu!

Continue reading

Standard